31.9 C
Jakarta
Sunday, March 23, 2025
HomeGaya HidupMengenal Wiji Thukul, Penyair Pendobrak Kesewenang-wenangan Orde Baru – SUARA USU

Mengenal Wiji Thukul, Penyair Pendobrak Kesewenang-wenangan Orde Baru – SUARA USU

Date:

Berita Terkait

Prediksi Harga Bitcoin 2022: Naik atau Turun?

Bitcoin Price Predicted to Fluctuate Throughout the Year The movement...

6 Hewan Peliharaan Nabi Muhammad SAW yang Menarik

Sebagai teladan bagi umat Islam, Rasulullah SAW menunjukkan kasih...

Usulan Remisi Idulfitri 2025 untuk 15.086 Warga Binaan di Jatim

Sebanyak 15.086 warga binaan beragama Islam di Jawa Timur...

Antisipasi Aksi Teror OPM: Dansatgas Yonif 112 DJ Sambangi Pos Satgas Puncak Jaya

Dansatgas Batalyon Infanteri 112/Dharma Jaya (Yonif 112/DJ) melakukan kunjungan...

Pakistan Regulasi Kripto: Tarik Investor Asing

Pemerintah Pakistan sebelumnya menolak legalisasi mata uang kripto dengan...
(Sumber: Tempo.co)

Reporter: Katrin Alina

Suara USU, Medan. Wiji Thukul, salah satu pahlawan yang dikenal karena jasanya sebagai penggerak dalam menyuarakan aspirasi buruh. Wiji Thukul merupakan seorang aktivis dan penyair yang berjuang melalui karya-karya sastranya untuk membangkitkan semangat massa. Pada masa Orde Baru, ia terkenal atas puisi dan syairnya yang ditujukan untuk mengkritik kondisi sosial, politik, dan militerisme rezim Orde Baru.

Lahir di Kampung Sorogenen, Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963. Wiji Thukul hidup di masyarakat yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai buruh dan tukang becak seperti keluarganya. Wiji Thukul adalah anak sulung dari 3 bersaudara, yang mulai aktif menulis puisi sejak Sekolah Dasar (SD) dan kemudian berteater sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setelah lulus SMP pada tahun 1979, ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) jurusan Tari Sekolah Menengah Karawitan Indonesia, namun tidak menyelesaikan pendidikannya. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah demi bekerja agar kedua adiknya bisa melanjutkan studi.

Sejak tahun 1982, Wiji Thukul mengumpulkan uang dengan menjual koran dan bekerja di perusahaan mebel antik sebagai tukang pelitur. Meskipun begitu, ia tetap setia pada dunia puisi dan teater. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerpen, esai, dan resensi puisi. Wiji Thukul juga aktif dalam demonstrasi dan mendirikan Sanggar Suka Banjir, tempat kreatifitas anak-anak yang juga menjadi sarana perlawanan terhadap ketidakadilan. Karyanya mencerminkan kritik terhadap masalah sosial, politik, dan militerisme pada masa itu.

Pada tanggal 27 Juli 1996, terjadi peristiwa kerusuhan yang dikenal sebagai Kudatuli. Wiji Thukul bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang kemudian dituding oleh pemerintah sebagai dalang di balik peristiwa tersebut. Para aktivis, termasuk Wiji Thukul, menjadi buruan dan harus bersembunyi. Wiji Thukul terpaksa meninggalkan istri dan kedua anaknya setelah sejumlah aparat mendatangi rumahnya. Ditengah pelariannya untuk menghindari aparat, ia menyempatkan diri untuk bertemu istrinya di pasar Klewer, Solo, dan memberitahukan daerah yang dikunjunginya menggunakan beberapa nama samaran.

Puisi perjuangan Wiji Thukul tidak hanyalah tentang kata-kata, namun mencakup peristiwa. Hal ini mungkin yang membuat sosoknya dianggap berbahaya bagi pemerintah Orde Baru. Komisi untuk Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) mengumumkan nama Wiji Thukul sebagai salah satu dari 13 orang yang hilang menjelang orde baru pada tahun 2000. Setelah diumumkan hilang, tak ada yang tahu kabarnya dan di mana makamnya berada. Bahkan belum ada kejelasan apakah ia masih hidup atau tidak.

Wiji Thukul adalah seorang penyair yang gigih, baik dalam memperjuangkan gagasannya maupun kebenaran. Ia membela rakyat dengan gigih, berhadapan dengan kesewenangan dan kekuasaan semena-mena, serta siap menanggung risiko apapun. Bagi Wiji Thukul, menjadi seorang penyair tidak hanya tentang menciptakan kata-kata indah, melainkan menjadi suara bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan untuk bersuara.

Menjadi mahasiswa berarti kita juga memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif dan berjuang untuk kebenaran. Sebagai generasi muda yang cerdas dan berpendidikan, kita memiliki kekuatan untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama studi dapat digunakan untuk mengatasi masalah sosial, politik, dan ekonomi di sekitar kita.

Dari kisah Wiji Thukul, kita sebagai mahasiswa juga memiliki kebebasan untuk berpikir kritis, mengembangkan pengetahuan, dan potensi diri. Sebagai agen perubahan dalam masyarakat, kita bisa terus belajar dan berkontribusi, baik melalui kegiatan akademik maupun di luar kampus. Kreativitas dalam menyampaikan pesan, seperti yang dilakukan Wiji Thukul dalam menyuarakan gagasannya, bisa kita terapkan dengan melakukan aksi-aksi kreatif untuk menyampaikan kebenaran.

Redaktur: Fathan Mubina


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Source link

Berita Terbaru