Oleh: Muhammad Daffa, Jasmine Anastasya Widy, Nana Khairina, Nadira Arfan
Suara USU, Medan. Bagi warga Kota Medan, Istana Maimun tentu sudah sangat familiar. Sebagai landmark ikonik kota ini, Istana Maimun sering menjadi destinasi wisata bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Istana bernuansa warna kuning ini merupakan peninggalan Kesultanan Deli, terletak di jantung Kota Medan, yang dulu merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Deli. Namun, tahukah Anda sejarah berdirinya Istana Maimun?
Istana Maimun dibangun atas perintah Sultan Ma’moen Al Rasyid. Pembangunannya dimulai pada 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891.
“Rumor beredar maimun diambil dari nama sang permaisuri ‘Siti Maimunah’ namun faktanya, Maimun adalah serapan dari bulan selesainya pembangunan istana ini yaitu bulan ‘Mei’ dan suku kata terakhirnya diambil dari nama sultan Deli yang mendirikan bangunan megah ini yakni ‘Ma’moen’, ” ujar Rafsanjani Muzambika, pemandu di Istana Maimun
Pembangunan Istana Maimun bertujuan memindahkan pusat pemerintahan dan ibu kota Kesultanan Deli dari Labuhan Deli ke Medan. Sebelum adanya Istana Maimun, pusat pemerintahan dan ibu kota Kesultanan Deli berada di Labuhan Deli. Namun, seiring dengan meredupnya pamor dan potensi kawasan tersebut akibat masyarakat menilai Kesultanan Deli mencampuri urusan masyarakat setempat, pusat kerajaan pun dipindahkan ke Medan tepatnya ke Istana Maimun. Istana Maimun menjadi saksi pemerintahan empat Sultan Melayu yang menempatinya.
Awalnya, Istana Maimun didirikan sebagai pusat pertemuan, rapat, persidangan, dan festival atau acara tarian sederhana yang dipertontonkan kepada kolonial Belanda. Namun, pada tahun 1946, tempat tinggal anggota keluarga kerajaan sebelumnya musnah terbakar. Sejak itu, tempat tinggal anggota keluarga kerajaan dipindahkan ke Istana Maimun.
Selama pembangunan istana, juga dibangun jalan bawah tanah rahasia yang menghubungkan Istana Maimun ke Masjid Raya Al-Mahsun. Sultan Ma’moen Al Rasyid menggunakan jalan bawah tanah ini untuk menghindari bahaya pembunuh bayaran saat menunaikan sholat lima waktu.
Mengutip informasi dari pemandu wisata di Istana Maimun, Rafsanjani Muzambika, semen yang digunakan untuk membangun istana ini dicampur dengan darah kambing. Hal ini dipercaya dapat menambah kekokohan pondasi bangunan istana.
Warna kuning yang mendominasi Istana Maimun melambangkan kejayaan dan kemakmuran. Selain kuning, warna hijau juga memiliki makna penting dalam filosofi Istana Maimun. Hijau, yang banyak digunakan di bagian atas istana, melambangkan ketuhanan yang Maha Esa. Penempatan warna hijau di bagian atas istana menunjukkan bahwa nilai-nilai ketuhanan ditempatkan di atas segala sesuatu, menjadi panduan utama dalam kehidupan dan pemerintahan Kesultanan Deli.
Untuk mengisi istana yang megah ini, dekorasi yang digunakan tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga diimpor dari luar negeri. Seperti lantai keramik di teras istana yang berasal dari Italia dan lampu gantung yang dikirim dari Prancis.
Artikel ini merupakan publikasi liputan bersama yang dilakukan oleh Peserta PJTD Suara USU 2024
Redaktur: Feby Simarmata