Baru-baru ini, Bamsoet yang pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Suara Karya, mengajak para wartawan untuk menyebarkan berita dengan menjalankan dan patuh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Dalam KEJ diatur dengan tegas, wartawan harus menyebarkan berita yang akurat, seimbang, independen, dan tidak menyerang dengan niat buruk,” kata Bamsoet dalam pernyataannya yang dikutip pada Senin (8/7).
Terkait dengan wartawan Tempo yang masih membahas latar belakang pendidikan S2 miliknya yang diperoleh sebelum gelar S1, dan menghilangkan riwayat pendidikan sarjana muda, Bamsoet menjelaskan bahwa berita tersebut tidak lengkap dan bersifat menuduh.
“Sehingga, masyarakat mendapat informasi yang menyesatkan,” ujar Bamsoet.
Bamsoet mengaku beberapa minggu lalu secara sengaja bertemu dengan redaksi Tempo. Pada pertemuan dan obrolan santai dengan wartawan Tempo itu, dia telah menjelaskan bahwa dia menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda pada tahun 1985 di Akademi Akuntansi Jayabaya.
“Pada saat itu, siapa pun yang telah menyelesaikan Sarjana Muda, bisa melanjutkan pendidikan S2 dengan tambahan pengalaman kerja,” kata Bamsoet mengulangi penjelasannya kepada wartawan Tempo.
Maka dari itu, tambah Bamsoet, dia dapat melanjutkan ke S2 dengan menambahkan pengalaman kerja sebagai wartawan dan sekretaris redaksi. Penjelasan itu dia berikan kepada Tempo agar Tempo memahaminya dengan sepenuhnya.
“Namun, kenyataannya, hal ini justru tidak dimuat oleh Tempo, baik dalam pemberitaan di majalah, situs web tempo.co, maupun di kanal YouTube tempodotco,” katanya.
Dalam konteks ini, Bamsoet tanpa ragu menyatakan bahwa wartawan Tempo dalam memberitakan tentang dirinya, terutama dalam lima paragraf pertama artikel di majalah Tempo terkait riwayat pendidikan Bamsoet, patut diduga melanggar Kode Etik Jurnalistik.
“Berita tersebut sudah di-frame dan tampak disengaja untuk mencemarkan reputasi,” katanya.
Menurut Bamsoet, Tempo dengan sengaja mengabaikan berbagai perubahan peraturan untuk menjelek-jelekan dirinya.
Sebelum adanya UU No.12/2012 tentang Perguruan Tinggi, jelas Bamsoet, siapa pun bisa mengambil kuliah program pascasarjana (S2) dengan menggunakan ijazah sarjana muda ditambah dengan pengalaman kerja.
“Karena pada saat itu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan menggunakan UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tidak mengatur secara rinci tentang jenjang dan syarat untuk mengikuti program pendidikan lanjutan seperti yang diatur dalam UU No.12/2012,” jelas Bamsoet.
Sebagai mantan wartawan, Bamsoet mengingatkan, Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyatakan, “Wartawan Indonesia harus bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, seimbang, dan tidak mengandung unsur niat buruk.”
Dia juga menjelaskan, Pasal 2 KEJ menegaskan, “Wartawan Indonesia harus menggunakan metode yang profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik.”
Selain itu, pasal 3 KEJ juga menyatakan, “Wartawan Indonesia harus selalu memverifikasi informasi, menyajikan secara seimbang, tidak mencampuradukkan fakta dengan opini yang merugikan, dan menerapkan asas praduga tak bersalah.”
Disamping itu, Pasal 4 KEJ mengatur, “Wartawan Indonesia tidak boleh membuat berita palsu, fitnah, sadis, atau cabul.”
Bamsoet menyebutkan, berita Tempo yang berkaitan dengannya diduga telah melanggar keempat pasal tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Bamsoet mempertimbangkan kemungkinan melaporkan Tempo baik secara etika Dewan Pers maupun melalui langkah hukum sesuai peraturan yang berlaku.
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti berita terbaru, klik bintang.