Titik balik ini juga menunjukkan bahwa Jokowi telah menjadi bebek lumpuh. Omongan Bahlil Lahadalia, yang diinterpretasikan oleh banyak pihak sebagai Jokowi adalah Raja Jawa yang bengis dan tidak boleh dilawan, telah dijawab dengan kegagalan RUU Pilkada. Prabowo tidak setuju dengan hal tersebut. Sebenarnya, RUU Pilkada tersebut bertujuan untuk menentang keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuat Kaesang, anak Jokowi, gagal maju sebagai Cawagub di Jakarta dan Cagub di Jawa Tengah. Kekuatan rakyat, terutama mahasiswa, pastinya sulit terwujud jika tidak terjadi perpecahan antara Prabowo, presiden terpilih, dengan Jokowi.
Auman Prabowo
Seperti macan ganas, Prabowo beberapa hari ini telah menunjukkan keberaniannya. Dalam acara wisuda Universitas Pertahanan, Prabowo menekankan prinsip-prinsip bernegara, yaitu 1) negara akan maju dan besar jika sains dan teknologi dikuasai. 2) negara tidak akan berarti apa-apa menjadi anggota G20 jika rakyatnya masih miskin dan kesulitan makan.
Keesokan harinya, Prabowo mengemukakan setidaknya 3 hal penting saat acara PAN, yaitu 1. Jangan haus akan kekuasaan. Menurutnya, saat ini kekuasaan sudah menjadi kejahatan karena diperoleh dengan cara kasar dan kejam, bahkan dengan menggunakan intelijen untuk menghancurkan lawan politik. Prabowo merasa kecewa dan marah karena masih diinteli. 2. Waktunya bekerja, bukan hanya berkutat dalam omong kosong belaka. Prabowo mengajak untuk terjun ke lapangan, mengurus rakyat. Jangan seperti intelektual yang hanya asyik dengan podcast, merasa lebih pintar dari orang lain. 3. Prabowo menyatakan bahwa hubungannya dengan Jokowi tidak mengalami retak.
Secara kontemporer, orang yang mampu melakukan intelijen terhadap Prabowo adalah kekuatan dan kekuasaan yang sejajar dengannya. Hal ini hanya mungkin dilakukan oleh kelompok yang ingin memastikan bahwa ada Raja Jawa yang bengis dan kuat. Sementara kelompok Megawati dan Anies Baswedan, misalnya, tidak lagi menjadi kekuatan utama dalam konstelasi nasional.
Siapa yang haus akan kekuasaan? Orang yang haus akan kekuasaan dalam tafsir publik adalah seseorang yang membangun politik dinasti dan menganggap dirinya sebagai raja. Dalam sejarah demokrasi sebelum masa Jokowi, baik Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY tidak pernah mempertimbangkan untuk memperpanjang jabatan presiden. Namun, Jokowi sejak awal sudah merencanakan untuk memperpanjang kekuasaannya hingga 3 periode dan bahkan ingin melibatkan anak-anak, menantu, asisten pribadi, dan lainnya dalam permainan kekuasaan.
Prabowo menginginkan kekuasaan diberikan kepada rakyat, bukan melalui persekongkolan politik elit yang mengatur segalanya.
Terkait isu hubungan Prabowo dan Jokowi yang disebut retak namun dibantah oleh Prabowo, hal ini harus diinterpretasikan secara objektif. Rakyat sudah menyadari bahwa Jokowi mengalami kegagalan atau dicegah dalam usahanya menjadikan Kaesang sebagai pemimpin di Jakarta atau Jawa Tengah. Sebelumnya, dengan merusak konstitusi dan mengendalikan elit, Jokowi berhasil menempatkan anaknya Gibran sebagai Wapres dan menantunya Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut. Namun, ketika pola yang sama akan digunakan untuk mendukung Kaesang, rakyat merasa marah, sangat marah, dan jijik (seperti isu menantu Jokowi yang hamil yang menjadi trending topic) dan akhirnya Prabowo merasa marah. Akhirnya, Jokowi terdiam, seperti bebek lumpuh.
Penafsiran Prabowo tentang konflik dengan Jokowi adalah haknya sebagai penafsir, asalkan orang yang menafsirkan memiliki kapasitas intelektual yang handal, seperti Rocky Gerung yang setiap hari melakukan podcast. Penafsiran tersebut dapat disampaikan melalui tulisan atau melalui podcast. Tentu saja, keretakan antara Prabowo dan Jokowi juga dapat dianalisis secara objektif.
Salah satu analisisnya adalah: 1) Jokowi diduga telah menyingkirkan kelompok Aburizal Bakrie dari Golkar. Padahal, hubungan dan persekutuan antara Prabowo dan Aburizal telah terjalin selama hampir 50 tahun. 2) Jokowi tidak puas bahwa seseorang yang tidak begitu dikenal berhasil dipasangkan sebagai calon wakil presiden. Dia bahkan ingin mengulangi hal yang sama dengan Kaesang. Padahal, konsep kekuasaan menurut Prabowo bukanlah tentang pewarisan, melainkan tentang pengabdian kepada rakyat. 3) Karakter keduanya pun berbeda, Prabowo memiliki karakter patriotik sedangkan karakter Jokowi dianggap tidak jelas dan bahkan dianggap sebagai pengrusak bangsa. Oleh karena itu, analisis tentang kepentingan dan karakteristik keduanya sangat berbeda. Tentu saja, ada konflik antara keduanya. Mengapa Prabowo perlu membantah? Dalam politik, hal tersebut biasa dilakukan untuk menjaga stabilitas politik elit.
Auman terbaru dari Prabowo menjadi sebuah peringatan bagi elit kekuasaan saat ini, bahwa kekuasaan tidak boleh dijadikan sebagai kepentingan pribadi semata. Kekayaan alam harus diabdikan untuk kepentingan rakyat miskin. Indonesia harus menjadi negara besar yang sesungguhnya.
Penutup
Auman Prabowo yang sekeras macan telah menggugah kita dalam beberapa hari terakhir. Prabowo telah menyelamatkan bangsa dari kemungkinan kekacauan dalam gerakan mahasiswa dan buruh di berbagai kota akhir-akhir ini. Prabowo Subianto bahkan merasa khawatir bahwa gerakan sebesar itu dapat dimanfaatkan oleh kekuatan asing yang tidak menginginkan tercapainya stabilitas.
Menjelang pemerintahan Prabowo yang akan segera dimulai dalam dua bulan, sebaiknya Jokowi dan pendukungnya menyadari hal tersebut. Tidak boleh ada lagi “dua matahari”. Saatnya bagi Jokowi untuk bersiap pindah ke Solo. Prabowo Subianto harus disambut dengan sukacita oleh rakyat.
*Penulis adalah Pendiri Sabang Merauke Circle