Perpustakaan, sebagai pusat pengetahuan dan sumber intelektual, seharusnya mudah diakses dan selalu terbuka bagi siapa saja kapan saja. Namun, kebanyakan perpustakaan hanya beroperasi hingga sore hari, menyulitkan mahasiswa dan pencari ilmu dengan jadwal padat yang ingin mengaksesnya setelah jam kuliah. Hal ini membuat mereka beralih ke tempat lain seperti kafe atau ruang publik tanpa sumber daya yang memadai. Keterbatasan jam operasional ini merugikan tidak hanya mahasiswa tetapi juga masyarakat umum yang membutuhkan informasi berkualitas. Dalam era digital ini, di mana informasi sangat berharga, perpustakaan seharusnya menjadi sumber informasi yang andal dan tersedia bagi semua. Pembatasan jam operasional juga mencerminkan ketidakmampuan perpustakaan untuk beradaptasi dengan gaya hidup masyarakat modern yang tidak terbatas pada jam kerja konvensional. Oleh karena itu, konsep perpustakaan 24 jam perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan relevansi perpustakaan. Beberapa negara seperti Korea Selatan telah sukses menerapkan ini, memberikan fleksibilitas waktu bagi penggunanya dan menciptakan ruang belajar yang kondusif. Meskipun tantangan seperti keamanan, biaya operasional, dan penggunaan efisien harus diatasi, perpustakaan 24 jam dengan bantuan teknologi dan layanan digital dapat menjadi solusi untuk menjaga relevansi dan keberadaan perpustakaan di era informasi saat ini. Implementasi ini membutuhkan investasi dan perencanaan yang matang, namun manfaat yang diperoleh jauh melebihi tantangan yang dihadapi. Sudah saatnya perpustakaan di Indonesia, terutama perpustakaan perguruan tinggi, mempertimbangkan konsep ini untuk mendukung masyarakat yang lebih cerdas dan berdaya saing di era global.