Indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2025, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tingkat literasi keuangan nasional meningkat dari 65,43% pada 2024 menjadi 66,46% pada 2025, sementara indeks inklusi keuangan naik dari 75,02% menjadi 80,51%. Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, berdasarkan cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), indeks literasi keuangan bahkan mencapai 66,64% dan inklusi keuangan nasional hingga 92,74%.
Meskipun terjadi peningkatan secara nasional, Ateng menyoroti bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan berbasis layanan syariah masih tertinggal jauh dibandingkan dengan layanan konvensional. Pada tahun 2025, literasi keuangan syariah hanya mencapai 43,42% dan inklusi syariah sebesar 13,41%. Di sisi lain, literasi keuangan konvensional mencapai 66,45% dan inklusi keuangan 79,71%.
Friderica Widyasari Dewi dari OJK menjelaskan bahwa peningkatan literasi dan inklusi keuangan masih belum merata. Indeks literasi keuangan di wilayah perkotaan mencapai 70,89%, lebih tinggi daripada di perdesaan yang hanya mencapai 59,60%. Sementara itu, inklusi keuangan di perkotaan sebesar 83,61%, dibandingkan dengan perdesaan yang 75,70%.
Dalam hal gender, laki-laki memiliki indeks literasi lebih tinggi yaitu 67,32%, sementara perempuan 65,58%. Namun, perempuan sedikit unggul dalam inklusi keuangan dengan 92,89%, sementara laki-laki 92,58%. Berdasarkan usia, kelompok usia 18-50 tahun mendukung literasi dan inklusi keuangan, sementara kelompok usia di bawah 18 dan di atas 50 tahun cenderung tertinggal dalam hal literasi keuangan dan inklusi.