Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menginisiasi transformasi di sektor kesehatan. Ada enam jenis transformasi yang akan dilakukan, yaitu transformasi Pelayanan Primer, Pelayanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
“Pertama, kita melakukan enam transformasi, yaitu pelayanan primer yang paling penting dalam promosi pencegahan, kedua adalah transformasi pelayanan rujukan Rumah Sakit, ketiga adalah transformasi sistem ketahanan kesehatan jika ada pandemi lain sehingga kita lebih siap dalam hal obat-obatan, peralatan medis, cadangan tenaga kesehatan juga termasuk pengawasan penyakit menular. Kami ingin memastikan bahwa baik tingkat lokal, nasional, maupun regional harus siap,” kata Budi.
Budi melanjutkan bahwa transformasi keempat adalah transformasi sistem Pembiayaan Kesehatan. Sebagian besar terdapat di BPJS, tetapi ada juga asuransi swasta yang harus dipastikan berkelanjutan. Transformasi kelima adalah transformasi SDM Kesehatan dan yang keenam adalah transformasi Teknologi Kesehatan, yang terkait dengan teknologi informasi dan bioteknologi.
“Ini adalah enam kerangka besar yang akan kita kejar hingga tahun 2024,” ucap Budi.
Dia mengatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 12 ribu Puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Budi menilai bahwa jumlah tersebut tidak akan mencapai distribusi pelayanan kesehatan yang merata. Ada sejumlah program yang akan dilakukan, termasuk restrukturisasi jaringan fasilitas kesehatan.
Dia akan merevitalisasi Posyandu menjadi lebih formal dengan anggaran yang sesuai. Kemudian Posyandu ini dapat diatur oleh Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Posyandu ini akan lebih aktif tidak hanya melayani bayi dan ibu tetapi akan melayani seluruh siklus kehidupan termasuk remaja, dewasa, dan lanjut usia.
Menteri Kesehatan Budi juga mempertimbangkan perlunya reformasi laboratorium kesehatan masyarakat.
“Jadi setiap Puskesmas dapat melakukan layanan laboratorium, misalnya 100 tes, kemudian di atasnya adalah laboratorium kesehatan kabupaten/kota, di atasnya laboratorium provinsi, kemudian laboratorium regional dan nasional,” ujar Budi.
Transformasi layanan rujukan akan dimulai dengan tiga penyebab kematian utama di Indonesia, yaitu penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Untuk penyakit jantung, permasalahannya adalah bahwa tidak semua provinsi memiliki rumah sakit dengan fasilitas untuk memasang cincin di jantung.
“Data yang saya miliki dari 34 provinsi yang dapat melakukan operasi cincin gelombang hanya 28 provinsi. Kemudian jika pasien sudah dipasang cincin, langkah selanjutnya adalah operasi jantung terbuka. Angka ini kembali menurun dari 28 provinsi, jika saya tidak salah, menjadi 22 provinsi,” kata Menteri Kesehatan Budi.
Menurut Budi, ia mempunyai target bahwa rumah sakit di semua provinsi pada tahun 2024 harus mampu melayani penyakit jantung, stroke, dan kanker.
“Akses ke layanan tertentu dan standar layanan untuk jantung, stroke, dan kanker saya ingin agar tersedia secara merata di semua provinsi,” ujar Menteri Kesehatan Budi.
Setiap rumah sakit dengan dokter-dokter yang unggul, tambahnya, ia akan bertemu dengan dokter-dokter dari negara lain untuk menjalin kerja sama. Sementara itu, dokter-dokter terbaik dari luar negeri akan dibawa ke Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dokter Indonesia.
Budi mengatakan bahwa dia ingin memastikan bahwa semua vaksin diagnostik dan terapeutik tersedia di Indonesia. Setidaknya 50% di antaranya diproduksi secara lokal dari hulu ke hilir.
“Kami ingin memastikan bahwa kami telah membuat rencana selanjutnya, ini lebih berlaku bagi teman-teman di bidang farmasi dan industri. Jadi jika mereka memproduksi secara domestik, semua pengadaan pemerintah akan memberikan prioritas kepada mereka,” kata Budi.
Yang dilakukan terkait transformasi pembiayaan kesehatan adalah melakukan transparansi dan perhitungan yang baik. Hal ini untuk menghindari masalah antara penyedia layanan dan yang membayar layanan.
“Kami akan membuat akun kesehatan tahunan setiap tahun dan itu adalah kewajiban semua fasilitas kesehatan untuk melaporkannya,” ujar Budi.
Akun kesehatan tahunan ini harus ada untuk mengukur transparansinya. Menteri Kesehatan Budi menilai bahwa dengan informasi ini, informasi tersebut menjadi simetris sekarang bahwa informasi itu asimetris.
“Kami akan membuat informasi simetris dan kami akan membuatnya dalam bentuk regulasi sehingga akan transparan,” katanya.
Standar jumlah dokter adalah satu per 1000 populasi. Kebutuhan di Indonesia masih belum dipenuhi ditambah dengan distribusi yang tidak merata.
Diperlukan distribusi sumber daya manusia kesehatan berkualitas untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui sistem kesehatan akademis.
Sistem kesehatan akademis adalah model kebijakan yang mengakomodasi potensi setiap institusi menjadi satu set visi berdasarkan kebutuhan masyarakat. Konsep ini adalah integrasi pendidikan kedokteran, dengan program pendidikan profesi kesehatan lainnya yang memiliki rumah sakit pengajar atau berafiliasi dengan rumah sakit pengajar, sistem kesehatan, dan organisasi pelayanan kesehatan.
Melalui sistem kesehatan akademis, diharapkan dapat menghitung jumlah dan jenis lulusan SDM Kesehatan dan memenuhi kebutuhan regional; Mendefinisikan profil dan nilai SDM Kesehatan yang diperlukan di wilayah; dan menentukan pola distribusi SDM Kesehatan yang berkelanjutan mulai dari layanan primer hingga tersier.
“Dibutuhkan peningkatan dokter, harus ada percepatan dan dalam 10 tahun terakhir percepatannya sangat lambat. Jadi ini harus dipercepat, baik dokter umum maupun spesialis,” kata Menteri Kesehatan Budi.
Salah satu transformasi teknologi kesehatan yang sedang dikejar selain dari aplikasi PeduliLindung, Menteri Kesehatan Budi mengatakan bahwa pihaknya akan memastikan bahwa rekam medis di rumah sakit direkam dan dicatat secara digital dengan baik. Dia akan meminta pekerja kesehatan di fasilitas kesehatan untuk mengirimkan seluruh catatan medis ke pasien.
“Jadi kami telah mengatur standar catatan medis, kami telah mengatur kamus. Jadi, misalnya, merek obat sakit perut Mersi harus memiliki kode yang sama di semua rumah sakit. Kemudian layanan lain juga memiliki kode yang sama,” ujarnya.
Hal ini kemudian akan ditambahkan ke database rumah sakit. Sehingga jika seorang pasien pindah rumah sakit, pasien tidak perlu melakukan X-ray lain atau mengulang tes darah sehingga akan lebih efisien.
“Jadi informasi tentang pasien akan lebih transparan bagi pasien itu sendiri dan semua data milik pasien,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi berharap bahwa bioteknologi dapat digunakan sebagai alat diagnostik yang canggih. Sebelumnya untuk melihat kondisi kesehatan seseorang diambil dari darah, MRI, CT Scan.
“Di masa depan, diagnosis akan menggunakan sekuensing genom karena dengan ini dapat dilihat secara rinci, bagaimana kondisi di tubuh kita, bagaimana kondisi kesehatan kita, bahkan di masa depan seperti apa,” ujarnya. Saat ini hanya terdapat 12 mesin sekuensing genom, lanjut Menteri Kesehatan Budi, nantinya akan ada sekitar 30 yang akan digunakan di rumah. Referensi nasional termasuk Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit PON untuk stroke, RSCM untuk penyakit metabolik seperti diabetes dan ginjal, Rumah Sakit di Yogyakarta, kemudian RSPI untuk infeksi, dan RS Sanglah untuk penuaan dan kesehatan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi nomor hotline Halo Kementerian Kesehatan via hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimile (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg. Widyawati, MK