Anggrek endemik Gunung Merapi, Vanda tricolor, telah menjadi salah satu ikon destinasi wisata di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tanaman yang memiliki kombinasi warna putih, ungu, dan merah kekuningan, serta aroma harum yang khas, tersebar di beberapa lokasi lereng Merapi. Namun, populasi tanaman tersebut terancam oleh berbagai faktor seperti erupsi gunung dan eksploitasi manusia yang tidak bertanggung jawab. Pakar Agroteknologi dan dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Innaka Ageng Rineksane, mengungkapkan bahwa populasi anggrek endemik Gunung Merapi menurun drastis dan dapat mengalami kepunahan jika tidak dilakukan tindakan konservasi yang tepat.
Untuk menjaga anggrek Vanda tricolor tetap lestari, metode ilmiah perlu diterapkan dalam memperbanyak populasi tanaman tersebut. Salah satu metode yang diusulkan adalah kultur jaringan berbasis bahan alami untuk memperbanyak anggrek secara ex-situ. Pihak UMY telah melakukan inovasi dengan mengganti bahan kimia mahal dengan bahan lokal yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif bahan tersebut efektif dalam merangsang pertumbuhan tunas Vanda tricolor di laboratorium.
Inovasi dan upaya konservasi tidak hanya dilakukan dalam lingkup akademis, tetapi juga melibatkan petani anggrek di lereng Gunung Merapi. Pengembangan metode budidaya dan penggunaan pupuk organik menjadi bagian dari upaya menjaga keberlangsungan anggrek Vanda tricolor. Selain itu, pengembangan pupuk hayati berbasis bakteri juga dilakukan untuk mempercepat masa pertumbuhan tanaman hingga berbunga.
Upaya pelestarian anggrek Vanda tricolor juga didukung melalui festival Anggrek Merapi yang diselenggarakan oleh Kabupaten Sleman. Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan dan mempopulerkan tanaman anggrek kepada wisatawan. Dengan adanya upaya konservasi, budidaya, dan pengembangan, diharapkan dapat menjaga keberlangsungan populasi anggrek endemik Gunung Merapi sambil menciptakan potensi ekonomi yang berkelanjutan.
