Museum Multatuli di Rangkabitung, Kabupaten Lebak, Banten, merupakan tempat di mana beberapa benda bersejarah berkaitan langsung dengan Eduard Douwes Dekker dipamerkan. Salah satunya adalah sebuah tegel rumahnya di Rangkasbitung yang diimpor langsung dari Belanda. Douwes Dekker, yang juga dikenal dengan nama pena Multatuli, pernah menjabat sebagai asisten residen Lebak pada tahun 1856 dan tinggal di sebuah rumah di Rangkasbitung selama tiga bulan. Meskipun rumah tersebut masih berdiri hingga saat ini, sebagian bangunannya mengalami kerusakan, termasuk lantainya.
Nur Hasanah, staf Tenaga Ahli Edukator Museum Multatuli, menjelaskan bahwa lantai rumah yang pernah ditempati Douwes Dekker telah mengalami pergantian dan tidak lagi asli. Tegel aslinya telah rusak dan hanya tersisa dua yang masih utuh. Ditemukan oleh para jurnalis Belanda dalam sebuah bak sampah di Kabupaten Lebak, tegel tersebut kemudian dibawa ke Belanda untuk dilestarikan. Meskipun di Belanda juga terdapat satu Museum Multatuli di rumah tinggal Max Havelaar di Amsterdam, Nur menjelaskan bahwa satu tegel dibawa ke Museum Multatuli di Indonesia sebagai bagian dari koleksi.
Tegel abu-abu berbentuk segi enam kini dipamerkan di dalam kotak kaca di Museum Multatuli bersama dengan keterangan tentang sejarahnya dan buku-buku Max Havelaar. Rumah Douwes Dekker di Rangkasbitung, yang kini berstatus sebagai cagar budaya, masih berdiri di belakang RSUD Adjidarmo Rangkasbitung. Meskipun sempat direncanakan untuk direvitalisasi pada tahun 2019, rencana tersebut dibatalkan karena alasan dana digunakan untuk penanggulangan Covid-19. Museum Multatuli sendiri berada dalam bangunan bekas kantor Kawedanan Lebak yang telah diubah menjadi museum pada tahun 2018 setelah sebelumnya difungsikan sebagai kantor wilayah hansip dan Badan Kepegawaian Daerah pada tahun 1950-an.
