Dalam rangka harmonisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan membuka ruang dialog mengenai pembaruan hukum Indonesia, Kementerian Hukum menggelar webinar bertajuk Sosialisasi RUU KUHAP: “Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Efisien, Adil, dan Terpadu”. Webinar tersebut diikuti oleh sekitar 5 ribu peserta dan dihadiri oleh Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. Prim Haryadi SH MH sebagai salah satu narasumber. Dalam pemaparannya, Dr. Prim Haryadi menjelaskan pentingnya kebutuhan aparat penegak hukum akan hukum acara pidana yang baru, terutama dalam menghadapi keberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada 2 Januari 2026.
Dr. Prim Haryadi juga menyoroti urgensi pembentukan KUHAP yang baru untuk mengakomodasi beberapa ketentuan hukum yang ada, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Narkotika, dan Undang-Undang Terorisme. Ia menekankan perlunya harmonisasi antara RUU KUHAP dengan undang-undang khusus yang sudah ada. Selain itu, ia juga membahas substansi KUHP 2023 yang memerlukan penyesuaian dengan KUHAP, seperti penghapusan kategori pelanggaran dan pidana ringan serta alternatif pidana penjara berupa pidana pengawasan dan kerja sosial.
Selain itu, Dr. Prim Haryadi juga menguraikan beberapa substansi lain yang perlu pembahasan lebih lanjut dalam RUU KUHAP, seperti penyesuaian terhadap subjek hukum baru, ketentuan hukum acara Praperadilan, dan pengakuan serta perlindungan hak korban. Ia juga menekankan pentingnya penyederhanaan dan percepatan proses persidangan guna mencapai keadilan yang korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Intinya, kehadiran RUU KUHAP diharapkan dapat menjadi fondasi sistem peradilan yang lebih efisien, adil, dan adaptif terhadap kebutuhan zaman. Menyegerakan pengesahan RUU KUHAP tidak hanya menjadi soal legislasi tetapi juga soal keberpihakan kepada masa depan hukum yang berkeadilan.