Sampang (beritajatim.com) – Seorang Oknum Kepala Sekolah (Kepsek) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Madulang, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang melakukan pelecehan seksual dengan modus menggerayang paha hingga pantat. Korban dari pelecehan tersebut adalah tiga orang, diantaranya memiliki inisial A, S, dan H. Akibat perbuatannya, oknum kepsek ini dapat dihukum dengan 12 tahun penjara.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para korban, diketahui bahwa oknum Kepsek melakukan pencabulan dengan memegang pantat, mencoba mengerayangi payudara, hingga mengelus-elus paha korban.
“Korban terdiri dari dua guru perempuan dan satu wali murid,” ungkap Kasat Reskrim Polres Sampang, AKP Sigit Nursiyo Dwiyugo, Jumat (9/2/2024).
Sigit menambahkan bahwa dua korban guru perempuan tersebut bekerja satu kantor dengan tersangka. Motif dari perbuatan tersebut adalah nafsu birahi, meskipun tersangka masih memiliki istri.
“Tersangka dapat dijerat dengan pasal 289 Subs pasal 294 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara,” tambahnya.
Sebelumnya, empat perempuan, termasuk dua guru dan dua wali murid SDN Madulang 2, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, melaporkan oknum Kepsek karena diduga melakukan tindakan pelecehan. Guru yang diduga menjadi korban pelecehan adalah A dan S asal Kabupaten Pamekasan, sementara H adalah wali murid asal Desa Maduleng, Kecamatan Omben.
“Kami membawa kasus ini ke jalur hukum untuk diproses karena kami sering mengalami pelecehan baik dengan tindakan maupun perkataan,” kata salah satu korban pelecehan usai menjalani pemeriksaan di Mapolres Sampang, Rabu (6/11/2023).
Ia juga menambahkan bahwa kejadian pelecehan tidak hanya terjadi di lingkungan guru sekolah, tetapi juga ada korban lain yaitu wali murid SDN Madulang.
“Selain guru, ada juga wali murid yang menjadi korban dengan mencoba melihat payudara ibu-ibu saat mengambil rapor beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Upaya untuk memberikan efek jera terhadap terlapor sebenarnya telah dilakukan oleh guru setempat dengan melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pendidikan (Disdik). Namun, tindakan tersebut tidak kunjung ditanggapi oleh terlapor.
“Kami terpaksa melaporkan kasus ini ke polisi, karena kami takut terjadi hal yang tidak diinginkan, terutama menimpa murid,” pungkasnya. [sar/aje]
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks.